(Istri Wajib Baca)
Al-Hamdulillah.
Segala puji milik Allah. Pada kesempatan ini kita masih diberikan umur panjang
semoga kita selalu dalam lindungannya. kali ini akan admin akan membagikan
Ternyata.! Taat Kepada Suami Harus Didahulukan, Daripada Orang Tua. Rabbi
semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk RasulillahShallallahu
'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Al-Qur'an dan sunnah
menerangkan, suami memiliki hak yang sangat besar atas istrinya. Istri harus
taat kepada suaminya, melayani dengan baik, dan mendahulukan ketaatan kepadanya
daripada kepada orang tua dan saudara-saudara kandungnya sendiri. Bahkan suami
menjadi surga dan nerakanya.
Allah Ta'ala
berfirman Dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa Ayat 34 yang berbunyi sebagai berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ
اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِم
"Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka." (QS. Al-Nisa': 34)
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا
شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَمَا أَنْفَقَتْ
مِنْ نَفَقَةٍ عَنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَإِنَّهُ يُؤَدَّى إِلَيْهِ شَطْرُهُ
"Tidak
boleh (haram) bagi wanita untuk berpuasa sementara suaminya ada di sisinya
kecuali dengan izinnya. Istri juga tidak boleh memasukkan orang ke dalam
rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Dan harta yang ia nafkahkan bukan dengan
perintahnya, maka setengah pahalanya diberikan untuk suaminya." (HR.
Al-Bukhari)
Ibnu Hibban
meriwayatkan hadits dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Apabila wanita menunaikan shalat
lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan mentaati
suaminya; maka disampaikan kepadanya: masuklah surga dari pintu mana saja yang
kamu mau." (Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jami', no. 660)
Ibnu Majah
juga meriwayatkan hadits yang dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Saat
Mu'adz tiba dari Syam, ia bersujud kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Beliau berkata: "Apa ini wahai Mu'adz?"
Mu'adz
menjawab, "Aku telah datang ke Syam, aku temui mereka bersujud kepada para
pemimpin dan penguasa mereka. Lalu aku berniat dalam hatiku melakukan itu
kepada Anda."
Kemudian
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallambersabda: "Jangan lakukan itu,
kalau saja aku (boleh) memerintahkan seseorang bersujud kepada selain Allah,
pastilah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi Dzat yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang istri disebut telah menunaikan hak
Rabb-nya sehingga ia menunaikan hak suaminya. Kalau saja suami memintanya untuk
melayaninya sementara ia berada di atas pelana unta, maka hal itu tidak boleh
menghalanginya." (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Maknanya:
hadits tersebut memerintahkan kepada para istri untuk mentaati dan siap
melayani suaminya. Tidak boleh ia menolak ajakan suami walau ia sudah siap
melakukan perjalanan, yakni sudah berada di atas pelana untanya, maka hal ini
lebih ditekankan saat ia berada dalam keadaan selain itu.
Diriwayatkan
dari al-Husain bin Mihshan, bahwa bibinya pernah datang kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallamkarena satu keperluan. Saat sudah selesai, Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bertanya kepadanya,
"Apakah
kamu punya suami?"
Ia menjawab,
"Ya."
Beliau
bertanya lagi, "Bagaimana sikapmu terhadapnya?"
Ia menjawab,
"Aku tidak kurangi hak-nya kecuali apa yang aku tidak mampu."
Beliau
bersabda, "Perhatikan sikapmu terhadapnya, karena ia surga dan
nerakamu." (HR. Ahmad dan Al-Hakim, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih
al;Targhib wa al-Tarhib, no. 1933)
Maksudnya,
suamimu itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan
suamimu itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. Suamimu
itu adalah sebab kamu bisa masuk surga jika kamu tunaikan hak-nya. Dan suamimu
itu menjadi sebab kamu masuk neraka jika kamu lalaikan hal itu. . .
Taat Suami
VS Taat Orang Tua
Sering
terjadi kasus, orang tua wanita –baik bapak atau ibunya- menuntut kepadanya
untuk melakukan sesuatu yang berseberangan dengan tuntutan suami. Hal ini
sering menjadi dilema dan masalah berat bagi sebagian wanita. Pada saat seperti
ini, mana yang harus lebih didahulukan oleh wanita muslimah?
Apabila
ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka
bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada
suaminya.
Imam Ahmad
rahimahullah berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang
sedang sakit: "Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada
mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya." (Syarh Muntaha
al-Iradat: 3/47)
Di dalam
kitab al-Inshaf (8/362), "Seorang wanita tidak boleh mentaati kedua orang
tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan
semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib."
Apabila
ketaatakan kepada suami berseberangan dengan ketaatan kepada orang tua, maka
bagi seorang wanita (istri) muslimah wajib mendahulukan ketaatan kepada suaminya
Terdapat
satu hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam–menurut sebagian ulama
statusnya hasan- yang meguatkan hal ini, dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,
berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
"Siapakah wanita paling besar haknya atas wanita?" Beliau menjawab:
"Suaminya." Aku bertanya lagi, "Lalu siapa manusia yang paling
besar haknya atas laki-laki?" Beliau menjawab, "Ibunya." (HR.
al-Hakim, namun hadits ini didhaifkan oleh Al-Albani dalam Dhaif al-Targhib wa
al-Tarhib, no. 1212)
Dengan
demikian maka, bagi wanita haruslah lebih mendahulukan ketaatan kepada suami
daripada ketaatan kepada kedua orang tuanya. Namun jika keduanya bisa
ditunaikan secara sempurna dengan izin suaminya, maka itu yang lebih baik.
Wallahu Ta'ala A'lam.