Gambar Ilustrasi |
Istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Mereka akan
tetap mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga di surga
kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu
sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Allah Ta’ala
berfirman,
النَّبِيُّ
أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang
mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…”
(QS. Al-Ahzab: 6).
Jika istri-istri Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah ibu orang-orang yang beriman, alangkah ironisnya
ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri. Berikut ini adalah
profil singkat dari 11 istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pertama, Khadijah binti Khuwailid.
Ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha
adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemualiaannya, baik dari sisi nasab
maupun akhlaknya. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakek kelima, karena itu
beliau adalah istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah, ibunda
Khadijah sempat mengalami fase jahiliyah namun hal itu tidak mempengaruhi
perangai dan kepribadiannya yang mulia. Ia adalah wanita pertama, bahkan orang
pertama yang beriman kepada kerasulan sang suami, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan,
mendustakan risalah, atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal
menerima wahyu, Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami.
Saat berusia 4o tahun, Khadijah dinikahi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25 sebelum hijrah dan
saat itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga yang suci ini
berlangsung selama 25 tahun. Dan keduanya dianugerahi 6 orang anak; 2 laki-laki
dan 4 perempuan. Mereka adalah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum,
dan Fatimah.
Ummul mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha
wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Kedua, Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah adalah seorang wanita Quraisy
dari Bani ‘Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang bisa
dijadikan rujukan kuat mengenai tahun kelahiran beliau. Ummul mukmini Saudah
binti Zam’ah radhiallahu ‘anha adalah janda dari sahabat as-Sakran bin Amr radhiallahu
‘anhu. Bersama as-Sakran ia memiliki 5 orang anak.
Karena itu tidak diketahui pula usianya saat
menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya saat wafat. Namun ada yang
mengatakan bahwa usinya saat menikah dengan Nabi adalah 55 tahun. Ibunda Saudah
dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat 3 tahun sebelum
hijrah.
Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan Saudah binti Zam’ah adalah bantahan yang telak bagi orang-orang yang
menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tuduhan
keji terkait hubungan beliau dengan wanita. Saat Nabi tengah dirundung duka
karena wafat Khadijah sang istri tercinta, Khoulah binti Hakim datang
menyarankan agar beliau menikah. Khoulah mengajukan dua nama Saudah atau
Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Saudah
binti Zam’ah. Beliau memilih wanita yang tua usianya dibanding Aisyah yang
masih muda. Setelah pernikahan itu berusia 3 tahun lebih barulah Nabi menikahi
Aisyah. Kalau tuduhan orang-orang yang dengki terhadap Islam itu benar, niscaya
beliau lebih mengutamakan wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan
pedamping beliau setelah Khadijah.
Ummul mukminin Saudah binti Zam’ah wafat di akhir
pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54 H.
Ketiga, Aisyah binti Abu Bakar
Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang paling dikenal oleh umatnya adalah Aisyah radhiallahu
‘anha. Ummul mukminin Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang tidak
dimiliki oleh ummahatul mukminin yang lain. Di antaranya, dialah satu-satunya
istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Allah turunkan wahyu
dari atas langit ketujuh untuk membela kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat,
tapi Allah firmankan 10 ayat (QS. An-Nur: 11-20) yang membela kehormatan Aisyah
radhiallahu ‘anha dan terus-menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai
kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Alquran. Oleh karena itu, para ulama
memvonis kafir orang-orang yang merendahkan kehormatan Aisyah radhiallahu
‘anha.
Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha
dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia adalah seorang wanita Quraisy
putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi dan rasul, yaitu Abu
Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ibunya adalah Ummu Ruman radhiallahu
‘anha.
Sebelum menikahi Aisyah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya dan
mimpi Nabi adalah wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menuturkan mimpinya,
رأيتُك في المنام
ثلاث ليال ، جاء بك الملك في سرقة من حرير، فيقول : هذه امرأتك فأكشف عن وجهك فإذا
أنت فيه، فأقول : إن يك هذا من عند الله يُمضه
“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga
malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih.
Malaikat itu berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu,
ternyata itu adalah dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari
Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata’. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, Nabi menikahi Aisyah adalah perintah dari
Allah Ta’ala.
Aisyah dinikahi Rasulullah saat berusia 9
(terhitung sejak Rasulullah bercampur dengan Aisyah) tahun dan rumah tangga
yang suci ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan,
تزوجني رسول الله
صلى الله عليه وسلم لست سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahiku saat aku berusia 6 tahun dan berumah tangga bersamaku (menggauliku)
saat aku berusia 9 tahun.” (Muttafaq’ alaihi).
Umur Aisyah yang sangat dini menjadi polemik di
masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan kaca mata
masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu Jahal
dkk., mencela pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengna Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara
untuk menjatuhkan kedudukan Rasulullah, hingga fitnah yang di luar nalar pun
akan mereka lakukan demi rusaknya imge Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di tengah manusia. Mereka menyebut beliau pendusta dan tukang sihir
setelah mereka sendiri menggelarinya al-amin. Artinya, nalar Abu Jahal dkk.
tidak terpikir untuk mencela Rasulullah yang menikahi Aisyah yang masih sangat
muda.
Salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan
orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu
ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara
kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah sahabat dekat. Ketika Rasulullah hendak menikahi
Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang
demikian dihalalkan.
عن عروة أن النبي
صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت
أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dating kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar
berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau
saudaraku dalam agama Allah Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu
halal bagiku’.” (HR. Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan
mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.
Saat ibunda Aisyah radhiallahu ‘anhu
berusia 18 tahun, di pangkuannya, sang suami tercinta wafat meninggalkannya
untuk selamanya. Dan saat berusia 65 tahun ia pun baru menyusul sang kekasih
pujaan hati. Dengan demikian, selama 47 tahun Aisyah hidup sendiri tanpa suami.
Keempat, Hafshah binti Umar bin
al-Khattab.
Wanita Quraisy berikutnya yang merupakan ibu dari
orang-orang yang beriman adalah Hafshah putri dari Umar al-faruq. Hafshah
dilahirkan pada tahun ke-18 sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan Rasulullah,
Hafshah adalah istri dari pahlawan Perang Badar, Khunais bin Khudzafah as-Sahmi
radhiallahu ‘anhu. Bersama Khunais, Hafshah mengalami dua kali hijrah,
ke Habasyah lalu ke Madinah. Khunais radhiallahu ‘anhu wafat karena
luka yang ia derita saat Perang Badar.
Setelah Khunais radhiallahu ‘anhu wafat,
Umar berusaha mencarikan laki-laki terbaik untuk menjadi suami putrinya ini. Ia
mendatangi Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya bukanlah jodoh bagi anak
perempuannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang
Hafshah. Betapa bahagianya Umar, selain menjadi sahabat Rasulullah, ia pun
mendapatkan kehormatan dengan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi yang
mulia.
Pernikahan Hafshah dengan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam terjadi pada tahun ke-3 H. saat itu usia Hafshah adalah
21 tahun. Ia hidup bersama Rasulullah, membangun keluarga selama 8 tahun. Saat
usianya menginjak 29 tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
wafat. Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Kelima, Zainab binti Khuzaimah.
Keistimewaan ummul mukminin Zainab binti Khuzaimah
adalah ringannya beliau dalam berderma. Karena hal ini, ia dijuluki ibunya
orang-orang miskin. Zainab binti Khuzaimah adalah seorang wanita Quraisy janda
dari pahlawan Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu.
Setelah menjanda, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3 H. Namun
kebersamaannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah berlangsung lama. Ummul mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat saat
pernikahannya dengan Rasulullah baru berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari
itu. Dan saat itu usia Zainab radhiallahu ‘anha 30 tahun. Dengan
demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dua kali merasakan
wafat ditinggal istrinya.
Keenam, Ummu Salamah.
Nama Ummu Salamah adalah Hindun binti Umayyah. Ia
adalah wanita Bani Makhzum anak dari salah seorang yang paling dermawan dari
kalangan Quraisy, Umayyah bin al-Mughirah. Sebelum menikah dengan Rasulullah,
suaminya adalah seorang muhajirin yang pertama-tama memeluk Islam, ia adalah
Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi.
Ummu Salam dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu
usianya menginjak 28 tahun. Hikmah dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan Ummu Salamah adalah pemuliaan terhadap Ummu Salamah radhiallahu
‘anha. Ia dan suaminya adalah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi
dalam Islam sebagai orang-orang pertama menyambut dakwah Islam. Ummu Salamah
juga memiliki 4 orang anak yang menjadi yatim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjadi penanggungnya dan keempat anaknya.
Ummu Salamah radhiallahu ‘anha memiliki
usia cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada saat pemerintahan
Yazid bin Muawiyah.
Bersambung insya Allah…
Sumber:
– Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus.
– Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar