Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah
amirul mukminin saat itu. Khalifah, pemimpin negara. Ia bisa saja hidup kaya,
karena wilayah Islam telah sedemikian luas dan baitul mal selalu menyimpan kas.
Tetapi, seperti para pendahulunya, ia memilih hidup sederhana. Bahkan sangat
sederhana, hingga membuat banyak orang menitikkan air mata saat melihat secara
langsung kehidupannya.
Seperti malam itu. Seorang laki-laki, seperti diabadikan
Syaikh Musthafa Murad, melihat Ali bin Abu Thalib kedinginan. Tubuhnya
menggigil seperti dilanda demam. Di malam yang hawa dinginnya sangat menusuk
itu, rupanya sang Khalifah hanya memakai selimut beludru. Ia tidak memiliki
selimut tebal.
“Wahai amirul mukminin, sesungguhnya Allah telah
menetapkan bagian dari baitul mal untukmu dan untuk keluargamu. Tapi aku
melihatmu kedinginan seperti ini karena tidak punya selimut”
“Demi Allah,” jawab Ali, “aku tidak mau mengambil
sedikitpun harta umat di baitul mal. Selimut ini aku beli dari uang pribadiku.”
Subhanallah… adakah pemimpin seperti ini di zaman
sekarang? Pemimpin yang rela kedinginan dan kelaparan. Pemimpin yang bersedia
menjadi orang terakhir yang kenyang setelah umatnya menikmati makanan. Pemimpin
yang bersedia menjadi orang terakhir yang beristirahat, setelah umatnya bisa
tidur dengan nyenyak.
Tentang bagaimana Ali bin Abu Thalib membeli kain
yang tak mampu melawan dingin itu, kisahnya tak kalah mengharukan. Menantu
Rasulullah ini berniat membeli kain, sekedar mengurangi hawa dingin yang
menusuk. Tetapi ia tidak memiliki uang. Benar-benar seperti dongeng. Seorang
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan tidak memiliki uang untuk sekedar
membeli kain. Padahal penguasa yang sezaman dengannya dari kalangan non muslim,
mereka hidup foya-foya dan bermewah-mewahan. Bahkan, setelah zamannya berlalu,
penguasa muslim pun mengikuti gaya hidup mewah. Sedangkan Ali, sahabat yang
dijamin masuk surga ini bahkan tidak memiliki uang empat dirham pun. Ya, harga kain
yang ingin dibeli Ali cuma empat dirham. Namun ia tidak memilikinya. Dan
karenanya, Ali kemudian menjual pedangnya.
“Siapakah yang mau membeli pedangku ini?
Seandainya aku memiliki empat dirham untuk membeli kain, tentu aku tidak akan
menjual pedang ini,” kata Ali di pasar. Subhanallah… tidakkah hati kita teriris
menyaksikan kesederhanaan dan kezuhudan ini? Hidup kita terlalu mewah
dibandingkan dengan Ali.
Seorang budak Abu Ghissin yang menyaksikan Ali
membeli kain menceritakan apa yang dilihatnya. Bahwa Ali kemudian menemui
pedagang kain dan membeli sebuah kain yang sangat murah. Hanya empat dirham.
Kain itu ternyata tidak sepanjang tubuh Ali. Dan itulah sebabnya. Bukan hanya
kurang tebal, kain itu juga tidak bisa menutupi seluruh tubuh Ali.
Tetapi itulah jalan hidup Ali. Sebagaimana pula jalan
yang telah dilalui Rasulullah. Jika menggigilnya tubuh Ali bisa membuat orang
yang melihatnya menangis, bekas anyaman tikar pada pipi Rasulullah telah
membuat Umar bin Khatab menangis. Demikianlah jalan hidup para pemimpin muslim
yang zuhud; dunia dihadapkan kepada mereka, tetapi mereka memilih hidup
sederhana dan penuh ‘derita’ demi kebaikan umatnya dan kebaikannya kelak di
hadapan Tuhannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar