Pasal Ke delapanbelas
Perihal Haid dan Nifash
Bermula
sekurang-kurangnya waktu haid (mens) sehari semalam, dan ghalibnya (umumnya)
enam atau tujuh hari, dan sebanyak-banyaknya lima belas hari, inilah yang
dihinggakan (batas) hari banyaknya (bilamana lebih dari 15 hari adalah darah
dari suatu penyakit).
Sedangkan
sekurang-kurangnya suci antara dua haid yaitu lima belas hari, dan tidak
dihinggakan (batas) hari banyaknya.
Sekurang-kurangnya nifash
itu sekali mengeluarkan darah sehabis melahirkan, dan ghalibnya (umumnya) empat
puluh hari, dan sebanyak-banyaknya enampuluh hari.
Akan tetapi apabila dapat
suci (bersih darah) daripada haidh, sekalipun belum cukup hari sebagaimana
biasanya, atau dapat suci (bersih darah) daripada nifash sekalipun belum
empatpuluh hari, maka wajib atas keduanya itu mandi hadash, kemudian melakukan
shalat jika masih ada waktu shalat.
Dan apabila waktu itu
tiada boleh (tidak cukup waktu) buat mandi hadash beserta shalat, maka
diwajibkan qadha’ shalatnya itu sekalipun di akhir waktu sekedar
takbiratul ihram lamanya.
Dan apabila mendapat suci
itu (bersih darah) di akhir waktu ashar, maka wajib mengqadha’ Ashar dan
Zhuhur.
Demikian pula jika
mendapat suci (bersih darah) di waktu Isya’ maka wajib mengqadha’ Isya dan
Maghrib.
Akan tetapi jika mendapat
suci (bersih darah) diluar akhir waktu shalat itu (misalnya diakhir waktu
zhuhur atau maghrib), maka diwajibkan mengqadha’ shalat di waktu itu saja.
Adapun perempuan yang
kedatangan haid atau nifash sesudah masuknya waktu shalat fardhu sekedar cukup
waktunya untuk melakukan shalat, padahal ia belum melakukan shalat, maka diwajibkan
atasnya mengqadha’ shalat tersebut setelah suci nanti.
Babush Shalah
Bab yang menerangkan perihal
shalat
Pasal Ke sembilanbelas
Syarat-syarat Sahnya Shalat
Syarat-syarat sahnya shalat 10 perkara, yaitu:
1.
Beragama Islam.
2.
Tamyiz (dapat membedakan barang yang
najis).
3.
Suci daripada dua hadash (kecil
dan besar).
4.
Suci daripada najis dibadannya,
pakaiannya dan di tempat shalatnya, melainkan najis yang ada maafnya yaitu
seumpama sedikit darah daripada tubuhnya atau dari lainnya, demikian pula
sedikit nanah jika daripada tubuhnya, demikian pula setitik najis yang tidak
dapat dilihat dengan mata karena amat sedikitnya.
5.
Menutup Aurat, yaitu aurat laki-laki
antara pusar sampai lutut, dan aurat perempuan sekalian badannya melainkan muka
dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan.
6. Menghadap
Kiblat, adapun kiblat untuk Jakarta dan negeri-negeri yang dekat padanya yaitu
sebelah kanan dari barat laut sekedar tiga derajat. Maka jika dari barat daya
ke kanan sekedar duapuluh lima derajat, diketahuinya itu menggunakan kompas.
7.
Masuk waktu, bermula waktunya
shalat Zhuhur yaitu gelincir matahari dan berakhirnya jika telah bersamaan
bayangan tiap-tiap suatu benda yang berdiri tegak dengan sekedar tingginya
setelah dibuang zhalul istiwa’ jika ada. Adapun waktu shalat Ashar yaitu
apabila telah keluar waktu Zhuhur dan berakhir masuknya (terbenam) Matahari.
Sedangkan waktunya shalat Maghrib adalah masuknya (terbenam) Matahari dan
berakhirnya masuk Syafaqul Ahmar, yaitu mega merah disebelah barat.
Adapun waktunya shalat Isya’ yaitu apabila keluar waktu Maghrib dan berakhir
terbitnya fajar shadiq. Sedangkan waktunya shalat Shubuh yaitu terbitnya
sinar fajar shadiq yaitu yang terang sinarnya disebelah timur, dan
berakhirnya adalah terbitnya Matahari. Pengetahuan segala jadwal waktu shalat
dengan jam demikian juga pengetahuan arah Kiblat, maka telah diatur
kedua-duanya itu didalam jadwal waktu adanya.
8.
Mengetahui bahwa Shalat Lima
Waktu itu Fardhu, dan mengetahui akan rukun-rukunnya.
9.
Jangan meng-I’tiqad-kan
(berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada rukun-rukunnya (dianggap) bahwa ia
sunnah.
10.
Menjauhkan (diri dari) segala
yang membatalkan shalat.
Pasal Ke duapuluh
Rukun-rukun Shalat
Rukun-rukun Shalat 13
(tiga belas) perkara dengan menjadikan segala thuma’ninah yang di empat
rukun itu lazimnya satu rukun, adapun jikalau dijadikan tiap-tiap thuma’ninah
yang di empat rukun itu bahwa ia rukun sendiri-sendiri, maka jadilah bilangan
rukun Shalat itu 17 (tujuhbelas) perkara, yaitu:
1. Niat
di dalam hati ketika mengucapkan takbiratul ihram (اَللهُ اَكْبَرُ)
Apabila Shalat Fardhu maka:
a.
wajib qashad, artinya “sajahku
Shalat”.
b.
wajib ta’ridh lilfardhiyah, artinya menyebut kata “fardhu”
c.
wajib ta’yin, artinya menentukan
waktu “Zhuhur” atau “Ashar” atau lainnya.
Adapun
jikalau Shalat Sunnat yang ada waktunya atau ada sebabnya, maka wajib qashad
dan wajib ta’yin saja. Sedangkan jikalau Shalat Sunnat yang tidak ada
waktu dan tidak ada sebabnya, yaitu nafal muthlaq maka wajib qashad
saja, sebagian lagi mengatakan wajib maqarinah ‘arfiyah yaitu wajib mengadakan
qashad ta’ridh ta’yin di dalam hati ketika mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ (takbiratul ihram).
Artinya maqarinah
‘arfiyah yakni dengan mengucapkan ketiga-tiganya itu di dalam hati
seluruhnya, atau beraturan maka jangan ada yang keluar daripada masa
mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ.
Adapun
jikalau Shalat berjama’ah maka wajib hukumnya atas ma’mum menambah lagi niat مَأْمُوْمًا (artinya mengikuti imam)
Adapun
jikalau Shalat Jum’at maka wajib hukumnya atas imam menambah niat اِمَامًا artinya menjadi imam.
Sedangkan
pada Shalat yang lain seperti Shalat Zhuhur atau Ashar atau lainnya, maka
hukumnya Sunnah bagi imam niat اِمَامًا.
2. Takbiratul
Ihram.
Syarat
takbiratul ihram adalah bahwa wajib dengan lafadz bahasa arab, yaitu اَللهُ اَكْبَرُ,
dan wajib ketika mengucapkan itu berdiri sendiri dan jangan menukarkan sesuatu
daripada hurufnya dengan huruf yang lain, dan jangan menambah atau mengurangi
satu hurufpun, dan jangan memanjangkan alif-nya atau ha-nya atau ba-nya.
Dan wajib tertib antara dua lafadznya itu yakni wajib mendahulukan اَللهُ atas lafaz اَكْبَرُ.
3. Qiyam, artinya berdiri jika
kuasa yaitu didalam Shalat Fardhu.
Adapun
jikalau Shalat Sunnah maka boleh berduduk sekalipun kuasa untuk berdiri, akan
tetapi afdhalnya adalah berdiri.
Adapun
jikalau tidak kuasa berdiri di dalam Shalat Fardhu, maka boleh berduduk, dan
jika tidak kuasa berduduk maka boleh berbaring atau sebagaimana kuasanya.
4. Membaca
Surah Al-Fatihah.
Membaca
Al-Fatihah dengan segala syiddah-nya, dan jangan
digantikan hurufnya dengan huruf yang lain, seperti Ha dengan Kha,
atau ‘ain dengan hamzah dan lain sebagainya.
Demikian
pula hukumnya pada lain-lain rukun qauli seperti tasyahud akhir. Dan
wajib membaca Al-Qur’an dengan tajwid sebagaimana telah diatur didalam tajwid,
dan demikian pula hukum salah membaca Al-Fatihah atau Surah atau rukun qauli
yang lain maka telah diatur didalam jadwal Al-Fatihah dengan segala dalil-dalilnya.
5. Ruku’.
Bermula
sekurang-kurangnya Ruku’ adalah menunduk hingga mendapatkan dua telapak tangan
pada lutut dengan berdiri lurus dua kakinya. Adapun afdhalnya yaitu hingga rata
punggung dan tengkuknya, dan wajib thuma’ninah artinya berdiam segala
anggota badannya sekedar masa mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ .
6. I’tidal.
Artinya
bangkit daripada Ruku’ kepada sebelumnya Ruku’, yakni jika ia Shalat berdiri
maka kembali berdiri, dan jika ia Shalat berduduk maka kembali berduduk, dan
wajib thuma’ninah.
7. Sujud.
Yakni
dilakukan dua kali, dengan meletakkan tujuh anggota badannya, yaitu:
Jidat/keningnya maka wajib terbuka, kedua telapak tangan, kedua lutut maka
wajib tertutup, dan setengah perut jari kedua kakinya maka sunnah terbuka bagi
laki-laki dan wajib tertutup bagi perempuan. Dan wajib thuma’ninah.
8. Duduk
antara dua Sujud.
Duduk
antara dua sujud afdhalnya adalah duduk Iftirasy yaitu seperti duduk
pada tahiyat awwal dan duduk istirahat. Adapun artinya duduk iftirasy
adalah duduk diatas telapak kaki kiri, dan wajib thuma’ninah.
9. Membaca
Tasyahud Akhir.
Membaca
tasyahud akhir dengan segala syarat-syaratnya seperti yang tersebut di rukun
fatihah di atas.
10. Duduk
didalam membaca tasyahud akhir.
Maka
afdhalnya adalah duduk tawarruk artinya mengeluarkan kaki kiri dari
sebelah bawah kaki kanan, dan duduknya di atas tikar/sejadah.
11. Membaca
Shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada Tasyahud Akhir.
Maka sekurang-kurangnya adalah: اَللَّـهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ. Adapun afdhalnya maka nanti akan diterangkan pula dengan
segala artinya.
12. Memberi
Salam.
Maka
sekurang-kurangnya adalah: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ.
Adapun afdhalnya nanti akan diterangkan pula dengan segala artinya.
13. Tertib.
Tertib
artinya beraturan satu persatu daripada segala Rukun Shalat tersebut di atas.
Pasal Ke duapuluhsatu
Pembagian akan Rukun-rukun Shalat
Segala rukun-rukun Shalat
yang tersebut di atas, terbagi kepada tiga bagian, yaitu:
1.
Rukun Qalbi, artinya suatu rukun
yang diwajibkan hadirnya di dalam hati, maka yaitu Niat Shalat.
2.
Rukun Qauli, artinya suatu rukun
yang diwajibkan untuk mengucapkannya, yaitu: Takbiratul Ihram, Al-Fatihah,
Tasyahud Akhir, Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dan Salam yang pertama.
3.
Rukun Fi’li, artinya suatu rukun
yang diwajibkan untuk melakukannya dengan perbuatan, yaitu: Qiyam atau
berdiri, Ruku’, I’tidal, Kedua Sujud, Duduk antara dua Sujud, Duduk Tasyahud
Akhir dan Tertib.
Pasal Ke duapuluh dua
Sunnah-sunnah dalam Shalat
Sunnah Shalat terbagi dengan 3 (tiga) bahagian,
yaitu:
A.
Sunnah sebelum Shalat.
B.
Sunnah di dalam Shalat.
C.
Sunnah setelah habis Shalat.
Adapun
sunnah yang dibaca maka disebut sunnah qauliyah, sedangkan yang
dihadirkan di dalam hati disebut sunnah qalbiyah, dan yang dikerjakannya
dengan perbuatan disebut sunnah fi’liyah.
Adapun
segala rukun-rukun qauli dan sunah-sunnah qauliyah maka sekaliannya itu nanti
akan dijelaskan di dalam satu pasal tersendiri dengan memakai gantung luqhat.
A. Segala
sunnah sebelum Shalat, maka yaitu:
1.
Sunnah Adzan, maka terbagi itu
dengan 3 (tiga) bahagian, yaitu:
a.
Sunnah a’in, yaitu bagi laki-laki
yang bershalat munfarid yakni shalat sendiri, maka tidak di sunnahkan jahir
yakni keras.
b.
Sunnah Kifayah khash-shah, yaitu sekedar
berjama’ah yang hendak bershalat, maka sunnah jahir (keras) sekedar didengar
oleh jama’ah itu saja.
c.
Sunnah Kifayah ‘aqah, yaitu bagi sekalian
orang yang di dalam suatu kampung atau dusun, maka sunnah jahir (keras) dengan
suara keras lagi bagus, ditempat yang tinggi, dan sunnah berpaling kepalanya
(si peng-azan) kekanan di حَيَّ عَلَىالصَّلاَةِ dan kekiri di حَيَّ
عَلَىالْفَلاَحِ.
Dan sunnah
di waktu Adzan Shubuh sesudahnya حَيَّ عَلَىالْفَلاَحِ membaca اَلصَّلاَةُ
خَيْرٌمِنَ النَّوْمِ , artinya: Shalat lebih berkebajikan daripada tidur.
2.
Sunnah Iqamat, Yaitu bagi
laki-laki dan perempuan, dan sunnah bahwa tempat melakukan qamat berlainan
tempatnya dengan adzan, dan lebih perlahan suaranya daripada adzan.
3.
Sunnah membaca shalawat dan
berdo’a sesudah selesai dari adzan maupun qamat.
4.
Sunnah membuat suatu batas
dihadapan orang yang sedang shalat seperti tembok, atau pagar atau tiang yang
jarak antaranya tiga hasta.
5.
Sunnah bersugi (bersikat gigi
dengan siwak) sebelum melakukan shalat.
6.
Sunnah berlafaz niat shalat.
7.
Sunnah meratakan shaf
(barisan), dan menyuruh meratakannya oleh seorang imam adalah lebih afdhal.
B. Segala
Sunnah di dalam Shalat, maka yaitu:
1.
Sunnah mengangkat kedua tangan
pada; takbiratul ihram, ketika hendak ruku, bangun daripada ruku’ dan bangun
daripada tasyahud awal.
2.
Sunnah membaca do’a istiftah
setelah takbiratul ihram.
3.
Sunnah membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ sebelum membaca Al-Fatihah.
4.
Sunnah membaca آمِيْنْ setelah
membaca Al-Fatihah.
5.
Sunnah membaca surah pada dua
raka’at Shalat Subuh dan dua raka’at pada shalat-shalat yang lain.
6.
Sunah membaca dengan jahir
(keras) bagi munfarid (shalat sendiri) dan bagi imam pada dua raka’at
Shalat Shubuh, Shalat Jum’at, Shalat Idhul Fitri & Idul Adha, dan dua
raka’at pada permulaan Shalat Maghrib dan Isya.
7.
Sunnah mengucapkan takbir
intiqal yakni mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ ketika berpindah daripada
suatu rukun kepada rukun yang lain, melainkan ketika bangun dari ruku’ maka
sunnah mengucapkan سَمِعَ اللهُ لِمَنْ
حَمِدَهُ..
8.
Sunnah membaca tasbih pada saat
ruku’ dan sujud sebanyak tiga kali.
9.
Sunnah membaca do’a I’tidal.
10.
Sunnah membaca do’a qunut setelah
do’a I’tidal pada Shalat Subuh.
11.
Sunnah membaca do’a antara dua
sujud.
12.
Sunnah membaca do’a setelah
tasyahud akhir.
13.
Sunnah meletakkan kedua tangan
dibawah dan diatas pusar ketika sedang berdiri Shalat.
14.
Sunnah memandang kepada tempat
sujud.
15.
Sunnah meletakkan kedua tangan di
atas lutut ketika duduk tasyahud, dan sunnah memegang seluruh jari-jari tangan
kanannya kecuali telunjuknya maka dilepaskannya dan diangkatnya ketika
mengucapkan اِلاَّ اللهُ.
16.
Sunnah berpaling muka ke kanan
pada salam yang pertama dan berpaling ke kiri pada salam yang kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar