Yang pertama kali mendapat gelar Aidid ialah
waliyyullah Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh bin Muhammad bin Abdullah bin
Ahmad Faqih bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shohib Mirbat bin
Ali Kholi Qasam…………Rasulullah Muhammad SAW.
Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh ini
adalah generasi ke 23 dari Rasulullah SAW.
Gelar yang disandangnya karena beliau adalah
orang yang pertama tinggal dilembah Aidid yang tidak berpenduduk disebut “ Wadi
Aidid “, yaitu lembah yang terletak di daerah pegunungan sebelah barat daya kota Tarim, Hadramaut
(Yaman) dan mendirikan sebuah Masjid untuk tempat beribadah dan beruzlah
(mengasingkan diri) dari keramaian.
Penduduk disekitar lembah tersebut mengangkat
Al-Imam Muhammad bin Ali Shahib Al-Hauthoh sebagai Penguasa Lembah Aidid dengan
gelar Muhammad Maula Aidid . Maula berarti Penguasa.
Al-Imam Muhammad Maula Aidid pernah ditanya oleh
beberapa orang “Wahai Imam mengapa engkau mendirikan sebuah Masjid yang juga
dipakai untuk shalat Jum’at, sedangkan di lembah ini tak ada penghuninya ? “.
Lalu beliau menjawab “ nanti akan datang suatu zaman dimana zaman tersebut
banyak sekali Umat yang datang kelembah ini, datang dan bertabaruk.
Alhabib Umar bin Muhammad Bin Hafidz pada
kesempatan ziarah di Zambal, menceritakan ucapan Al-Imam Muhammad Maula Aidid
tersebut dihadapan murid-muridnya, kemudian ia berkata didepan maqam Al-Imam
Muhammad Maula Aidid “ Wahai Imam kami, semua yang hadir dihadapanmu ini
menjadi saksi akan ucapanmu ini “.
Al-Imam Muhammad Maula Aidid dilahirkan di kota Tarim sekitar tahun
754 Hijriyyah, istrinya bernama Syarifah binti Hasan bin Alfaqih Ahmad seorang
yang sholehah dan zuhud. Dikarunia 6 orang anak lelaki, yaitu Ahmad Al-Akbar,
Abdurahman, Abdullah, Ali, Alwi dan Alfaqih Ahmad. Dari keenam orang anaknya
hanya tiga orang yang melanjutkan keturunannya, yaitu Abdullah, Abdurrahman dan
Ali.
Abdullah dan Abdurrahman mendapat gelar Bafaqih
yang kemudian menjadi leluhur “Bafaqih”. Diberi gelar Bafaqih karena Beliau
alim dalam ilmu fiqih sebagaimana ayahnya dikenal masyarakat sebagai seorang
ahli ilmu fiqih. Sedangkan anaknya yang lain yang bernama Ali gelarnya tetap
Aidid yang kemudian menjadi leluhur “ Aidid “.
Al-Imam Muhammad Maula Aidid mempunyai enam 6
orang, yaitu :
1. Ahmad Al-Akbar, keturunannya terputus, beliau
sangat mencintai ilmu pengetahuan, mendalami ilmu pengobatan dan ilmu analisis.
Lahir dan wafat di Tarim. Wafat tahun 862 H. bersamaan tahun wafat dengan ayahnya.
2. Abdurrahman Bafaqih, mempunyai 5 orang anak
lelaki, 3 diantaranya meneruskan keturunannya, yaitu :
AhmadZein
Atthayib
Abdurrahman Bafaqih wafat di Tarim tahun 884 H.
3. Abdullah Al-A’yan An-Nassakh Bafaqih
mempunyai tiga orang anak lelaki :
Alwi (tidak punya keturunan)
Husein (keturunan di Qamar), mempunyai seorang
anak yang bernama Sulaiman yang lahir di Tarim dan wafat di Al-Mahoo tahun 1009
H. Sulaiman ini mempunyai anak Husin, Husin mempunyai anak Abubakar. Al-Habib
Abubakar ini menjadi Sultan di kepulauan Komoro di Afrika Utara.
Ahmad, mempunyai dua orang anak lelak
a. Sulaiman
b. Ali, mempunyai dua orang anak lelaki :
– Abdurrahman
– Muhammad, lahir di Tarim Kemudian Hijrah dan
menetap di Kenur (India),
kemudian pindah ke Heiderabat (India)
dan wafat disana. Al-Habib Muhammad mempunyai 7
orang anak :
– Ahmad (tidak diketahui)
– Umar, wafat di India.
– Abdullah, wafat di Khuraibah.
– Husin Lahir dan wafat di tarim tahun 1040 H.
– Abubakar lahir di Tarim dan wafat di Qoidon
tahun 1053 H.
– Ali wafat di Khuraibah.
Abdullah Bafaqih wafat selang beberapa tahun
wafatnya Abdurrahman Bafaqih dalam perjalanan dari kota
Makah Al-Mukarramah ke kota Madinah
Al-Munawwarah yang dimakamkan disekitar antara kedua kota suci tersebut.
4. Ali Aidid wafat tahun 919 H, mempunyai tiga
orang anak lelaki :
Muhammad Al-Mahjub, wafat tahun 973 H.
Abdullah.
Abdurrahman wafat tahun 976 H.
5. Alwi Bafaqih, keturunannya terputus pada
generasi ke 7 tahun 1123 H.
6. Alfaqih Ahmad (tidak punya keturunan)
Waliyullah Muhammad Maula Aidid seorang Imam
besar pada zamannya dan hafal Al-Qur’an sejak usia muda. Guru-Guru beliau :
1. Syech Muhammad bin Hakam Baqusyair, di Qasam
2. Al-Faqih Abdullah bin Fadhal Bolohaj
3. Al-Muqaddam Al-Tsani Abdurrahman Assegaf bin
Muhammad Maula Dawilah. Beliau belajar kepadanya 20 tahun.
4. Al-Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail
5. Syekh Abdurrahman bin Muhammad Al-Khatib
6. Anak-anak dari Al-Imam Abdurrahman Assegaf
7. Al-Imam Muhammad Maula Dawilah (berdasarkan
kitab Al-Ghurror)
Murid-muridnya :
1. Abdullah Alaydrus bin Abubakar Assakran
2. Ali bin Abubakar Assakran
3. Muhammad bin Ahmad Bafadhaj
4. Muhammad bin Ahmad Bajarash
5. Umar bin Abdurrahman Shahib Al-Hamra
6. Muhammad bin Ali bin Alwi Al-Khirid (Shahib
kitab Al-Ghurror)
7. Anak-anaknya.
Dalam Kitab Al-Ghurror halaman 358 Diceritakan
oleh Alfaqih Ali bin Abdurahman Al-Khatib :
Aku bermaksud mendatangi Al-Faqih Muhammad bin
Ali Shohib Aidid dari rumahnya ke Wadi, tidak aku temukan beliau disana. Maka
ketika aku tengah berada di Wadi tersebut, tiba-tiba aku mendengar suara
gemericik air di selah bukit, padahal tidak ada awan mendung ataupun hujan.
Maka aku berniat mendekat untuk menjawab rasa penasaranku terhadap bunyi tadi
yang datangnya dari Wadi. Seketika aku melihat Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib
Aidid sedang duduk dan air yang muncrat dari celah-celah bukit mendatanginya.
Lalu Muhammad bin Ali Shohib Aidid menyuruh untuk aku duduk. Lalu aku mengambil
tempat untuk minum air tersebut. Setelah itu aku mandi dan berwudlu . Selesai
itu kami berdua meninggalkan Wadi . Setelah sampai dirumah , keluargaku
bertanya : “ Siapa yang telah menggosokkan Ja’faron ditubuhmu ? “. Aku menjawab
tidak ada yang menggosokkan Ja’faron ketubuhku. Keluargaku berkata : “Ja’faron
itu tercium dari badan dan bajumu !”. Maka aku menjawab beberapa saat yang lalu
aku mandi dan mencuci bajuku bersama Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid.
Saat itu juga aku bersihkan harum ja’faron itu dengan air dan tanah, tetapi
harumnya tidak bisa hilang hingga waktu yang lama.
Dalam Kisah Al-Masra Al-Rawi Jilid I hal 399
diceritakan
Bahwa Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib Aidid
banyak membaca Al-Qur’an disetiap waktu terutama surat Al-Ikhlas. Beliau adalah orang yang
zuhud . Beliau memandang dunia hanya sebagai bayangan yang cepat berlalu.
Banyak fakir miskin dan tamu yang datang kepadanya dengan berbagai keperluan,
dan beliau selalu memenuhinya. Ahklaknya lebih lembut dari tiupan angin. Beliau
dikuburkan di pemakaman Jambal disisi kakeknya Muhammad bin Abdurrahman bin Alwi.
Menurut kisah Syarh al-Ainiyah hal.206
Tertulis bahwa Al-Faqih Muhammad bin Ali Shohib
Aidid mendawamkan bacaan surat
Al-ikhlas antara shalat Maghrib dan Isya sebanyak 3000 kali.
Waliyyullah Muhammad Maula Aidid wafat di kota Tarim pada tahun 862
Hijriyyah. Dimakamkan di Pemakaman Jambal disisi kakeknya Muhammad bin
Abdurrahman bin Alwi.
Ayah beliau Ali Shahib Al-Hauthoh, wafat tahun
830 Hijriyyah Gelar Shahib Al-Hauthoh yang disandangnya karena beliau tinggal
di Hauthoh yang terletak sebelah barat kota
Tarim, Hadramaut.
Diantara silsilah yang melalui Al-Imam
Abdurrahman bin Alwi (Ammil Faqih) antara lain :
1. Bin Semith
2. Baabud Magfun
3. Ba Hasyim
4. Al-Baiti
5. Al-Qoroh
6. Aidid
7. Al-Haddad
8. Bafaraj
9. Al-Hudaili
10. Basuroh
11. Bafaqih
12. BinThahir
2. Baabud Magfun
3. Ba Hasyim
4. Al-Baiti
5. Al-Qoroh
6. Aidid
7. Al-Haddad
8. Bafaraj
9. Al-Hudaili
10. Basuroh
11. Bafaqih
12. BinThahir
Penyusun : Alwi Husein Aidid.
Sumber dari : Habib Idrus Alwi Almasyhur, Habib
Alwi Almasyhur dan Habib Zein Alwi bin Taufik Aidid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar