A. DASAR / MUKADDIMAH
Pada suatu ketika Nabi Muhammad
Saw. membaca ayat berisi keluhan Nabi Isa As.:
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ
وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka,
maka sesungguhnya mereka itu hambaMu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa Maha Bijaksana.” (QS. al-Maidah ayat
118).
Dan beliau membaca lagi ayat
berisi keluhan Nabi Ibrahim As.:
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ
النَّاسِ ۖ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ۖ وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Ya Tuhanku, sesungguhnya
berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia. Barangsiapa yang
mengikutiku maka ia termasuk golonganku, dan barangsiapa mendurhakaiku maka
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS. Ibrahim ayat 36).
Lalu Nabi Muhammad Saw. berdoa
mengangkat kedua tangannya dan bersabda:
اَلّلهُمَّ أُمَّتِي
“Ya Allah, umatku…”
Beliau Saw. bersujud dan menangis
(benar-benar memohon dikabulkannya dari Allah Swt.). Selanjutnya. Allah Maha
Mendengar doa keluhan itu dan mengutus Malaikat Jibril untuk menanyakan apa
sebab Nabi Muhammad Saw. menangis. Setelah Malaikat Jibril melakukan tugas lalu
melaporkan kembali kepada Allah Ta’ala. Lalu Allah memerintahkan kembali
Malaikat Jibril untuk menyampaikan keputusanNya kepada Nabi Saw.:
إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ
نَسُوْءُكَ
“Sesungguhnya Aku meluluskan
kerelaanmu buat umatmu, dan Aku tidak menimpakan kejelekan atasmu.” (HR.
Muslim).
Melihat kisah tersebut kita
mengetahui betapa besar tanggung jawab Nabi Saw. untuk menyelamatkan umatnya,
kaum muslimin. Dan betapa besar anugerah Allah Swt. yang dilimpahkan kepada
kita lantaran permohonan beliau Saw. itu.
Nabi Muhammad Saw. benar-benar
agung jasanya buat kita bahkan terlalu agung. Tidakkah kita perlu membalas jasanya
itu? Dalam batas yang paling kecil saja, misalnya; seberapa besar kecintaan
(mahabbah) kita kepada Nabi Saw.?
Mahabbah kepada Nabi Saw. adalah
pertanda keimanan. Nabi Saw. pernah mendoakan Sayyidina Harmalah bin Yazid yang
datang menghadapnya:
اَلّلهُمَّ اجْعَلْ لَّهُ لِسَانًا صَادِقًا
وَقَلْبًا شَاكِرًا وَاْرزُقْهُ حُبِّي وَ حُبَّ مَنْ يُحِبُّنِي
“Ya Allah jadikanlah lisan
Harmalah berkata jujur, hatinya syukur, dan anugerahilah kecintaannya kepadaku
dan kepada sekalian orang yang mencintaiku.” (HR. ath-Thabarani).
Dari hadits ini bisa kita petik
suatu hikamah, yaitu betapa besarnya nilai mahabbah kepada Nabi Saw.
Mahabbah atau rasa cinta bukanlah
sekedar diucapkan dengan lisan. Tetapi yang terpenting adalah sikap hati.
Setelah hati cinta, maka lisan akan menyatakan dan dengan sendirinya perbuatan
anggota badan akan siap mengabdi dan berkorban. Apabila kita benar-benar
mencintai Nabi Saw., maka hati kita selalu tertambat pada beliau, lisan kita
selalu menyebut asma beliau, dan kita kerahkan diri kita untuk memenuhi
petunjuk beliau.
Tuntutan rasa cinta murni tidak
sekedar begitu. Tetapi kita selalu ingin duduk berdampingan, melihat beliau dan
mengunjungi kediaman beliau. Seperti inilah cinta yang sejati. Hal ini tidak
beda dari sebait syair yang digubah oleh seseorang yang mencintai Nona Laila:
أَرَاْلأَرْضَ تُطْوَى لِي وَ يَدْ نُوْ
بَعِيْدُهَا # وَكُنْتُ إِذَا مَا جِئْتُ ليلي أَزُرُوْهَا
“Dan jika aku berkunjung kepada
Laila, kurasakan sang bumi terlipat kecil, jarak jauh terasa dekat.”
Dengan demikian kita bisa
mengukur seberapa kadar mahabbah kita kepada Nabi Muhammad Saw. Berapa menit
sehari hati kita tertambat kepada Nabi Saw.? Berapa puluh kali sehari lisan
kita membaca Shalawat Nabi? Dan berapa banyak tuntunan Nabi Saw. telah kita
kerjakan? Demikian pula, berapa kali kita telah mengunjungi Nabi Saw. –tempat
kediaman Nabi Saw.? Atau berapa kali kita telah niat untuk ziarah kepada Nabi
Saw, dan seterusnya?
B. Ziarah Ke Makam Nabi
Muhammad Saw.
Ziarah makam Nabi Saw. adalah
salah satu bentuk ekspresi rasa mahabbah kepada beliau. Selain itu, Nabi Saw.
sendiri telah bersabda:
مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِى بَعْدَ وَفَاِتي
فَكَأنَّمَا زَارَنىِ فِى حَيَاتى
“Barangsiapa berhaji lalu ziarah
ke kuburku setelah wafatku, maka bagaikan ia mengunjungiku saat masih hidupku.”
(HR. al-Baihaqi, ath-Thabarani dan lainnya).
مَنْ زَارَ قَبْرِى وجبت له شفِاعتى
“Barangsiapa ziarah ke kuburku,
maka pastilah ia mendapat syafaatku.” (HR. al-Baihaqi dan ad-Daruquthni).
مَنْ جَاءَنِى زَائِراً لَايَعْلَمُ حَاجَةً
إِلاَّزِيَارَتِى كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Barangsiapa berziarah kepadaku
dan hanya itu saja keperluannya, maka kewajiban atasku untuk mensyafaatinya di
hari kiamat.” (HR. ath-Thabarani dan ad-Daruquthni).
Demikianlah tiga dalil hadits
secara tegas menerangkan keutamaan ziarah ke makam Nabi Saw. Dalam hadits
berikut bisa kita ketahui adanya anjuran untuk kita melakukannya:
مَامِنْ أَحَدٍ مِنْ اُمَّتِي لَهُ سَعَةٌ ثُمَّ
لَمْ يَزُرْنِى فَلَيْسَ لَهُ عُدْرٌ
“Tak seseorangpun dari umatku
yang telah berkesempatan (untuk ziarah) kemudian tidak mau melakukan ziarah
kepadaku, melainkan tiada lagi alasan baginya.” (HR. Ibn Najjar).
C. Keutamaan Ziarah Ke Makam
Nabi Muhammad Saw.
Dari hadits di atas telah kita
ketahui bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw. adalah sama utamanya dengan
ziarah kepada Nabi Saw. sewaktu hidupnya. Dalam hadits lainnya dikatakan:
لاَتُشَدُّالرَّجَلُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةٍ
مَسَاجِدَ : المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا، والمَسْجِدِاْلأَقْصَى
“Tidak perlu mengadakan
pemberangkatan kecuali untuk menuju tiga masjid; Masjid al-Haram, Masjidku ini
(Masjid Nabawi) dan Masjid al-Aqsha.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa ada
tiga masjid yang mempunyai keutamaan. Selain yang tiga itu tingkat keutamaannya
sama saja; masjid besar terletak di kota besar dan dihuni oleh orang-orang
besar, tingkat keutamaannya sama saja dengan masjid kecil di kota kecil
dibangun dan dihuni oleh orang-orang kecil.
1. Masjid al-Haram di Makkah
mempunyai keutamaan shalat di dalamnya bernilai 100.000 kali lipat. Keutamaan
ini adalah merupakan pancaran dari keagungannya sebagai Baitullah dan di sini
pula terletak Ka’bah yang menjadi kiblat kaum Muslimin.
2. Masjid al-Aqsha di Palestina
mempunyai keutamaan shalat di sana bernilai 500 kali lipat. Keutamaan ini
adalah merupakan pancaran dari keagungannya sebagai masjid tempat peribadahan
para nabi Bani Israel. Dan bahkan di sini pula mereka disemayamkan.
3. Masjid Nabawi mempunyai
keutamaan shalat di dalamnya bernilai 1000 kali lipat, yaitu dua kali keutamaan
Masjid al-Aqsha. Keutamaan ini adalah merupakan pancaran dari keagungannya
sebagai masjid yang dibangun oleh Nabi Saw., tempat beribadahnya Nabi Saw.,
pusat pennyiaran Islam di hari-hari pertamanya, dan bahkan di situ pula Nabi
Saw. dikuburkan. Jadi keutamaan yang besar yang dimiliki Masjid Nabawi adalah
semata-mata karena diri Nabi Saw. Nabi Saw. lah yang menjadi sumber keutamaan
masjid tersebut. Kalau bukan karena Nabi Saw. ada di situ, maka niscaya sama
saja dengan masjid-masjid yang lain.
Sekarang kita sudah mengetahui
Masjid Nabawi mempunyai keutamaan sebesar itu dikarenakan ada Nabi Saw. Hal ini
berarti sumber keutamaannya adalah Nabi Saw. dan Masjid Nabawi tersebut dapat
menimbulkan curahan rahmat dan berkah bagi orang yang mengunjunginya dan
beribadah di dalamnya.
Ada satu pertanyaan dari
sekelompok orang yang salah memahami dalil bahwa: “Memang benar ziarah ke
Masjid Nabawi akan memperoleh berkah, tetapi ziarah ke makam Nabi yang menjadi
sumber berkah masjid tersebut justru tidak memperoleh berkah, dan bahkan
dilarang melakukannya.”
Menurut pembaca risalah ini,
benarkah logika kaum yang salah paham tersebut? Kami yakin, Anda sepakat dengan
kami dan bahwa logika sekelompok orang itu salah. Anak yang baru tingkat
ibtidaiyyah (SD) pun akan mampu menunjukkan kesalahan logika tersebut.
Syaikh Abu Said al-Hammami,
seorang ulama al-Azhar Mesir, menilai bahwa logika itu hanya mungkin diucapkan
oleh:
المَجَانِيُن اْلَّذِيْنَ لاَيَعُوْنَ مَا
يَقُوْلُوْنَ أَوْ يَقُوْلُهُ عَدَوُّالإِسْلاَمَ وَرَسُوْلِ اْلإِسْلاَمِ
“Orang-orang gila yang tidak
paham lagi perkataannya sendiri atau perkataan itu dikemukakan oleh musuh Islam
dan musuh Rasulullah Saw.” (Lihat dalam Ghauts al-‘Ibad halaman 105 karya
Syaikh Abu Yusuf al-Hammami, cet. Isal Babil Halabi, Mesir, tahun 1350 H).
D. Ada yang Salah Paham
Seperti telah kami singgung di
atas ada sekelompok orang yang melarang untuk ziarah ke makam Nabi Saw. Mereka
berdalil pada hadits:
لاَتُشَدُّالرَّجَلُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةٍ
مَسَاجِدَ : المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا، والمَسْجِدِاْلأَقْصَى
“Tidak perlu mengadakan
pemberangkatan kecuali untuk menuju tiga masjid; Masjid al-Haram, Masjidku ini
(Masjid Nabawi) dan Masjid al-Aqsha.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Kami merasa aneh bin ajaib.
Mengapa hadits tersebut dikatakan menunjukkan adanya larangan ziarah ke makam
Nabi Saw.? Uraian lebih lanjut dan lebih lengkap terlalu panjang ditulis di
sini. Kami persilakan Anda membaca buku kami yaitu “Hujjatu Ahlissunnah wal
Jama’ah” halaman 27-35.
Untuk menambah keterangan, dalam
kitab asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Mushthafa, al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa
ziarah makam Nabi Saw. adalah merupakan keutamaan dan hal itu telah menjadi
ijma’ seluruh kaum Muslimin. Demikian, Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar