IRSYADUL ANAM PASAL 12-17



Pasal Ke duabelas
Yang Membatalkan Air Wudhu

Yang membatalkan air wudhu 4 perkara, yaitu:
1.     Mengeluarkan najis atau angin atau lainnya daripada qubul atau duburnya (kemaluan depan atau belakang).
2.     Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan tiada ada dinding (lapisan penghalang) diantara keduanya dan keduanya itu berseru atas digembirahi (dewasa).
3.     Bersentuhan akan kemaluan qubul atau dubur dengan telapak tangan.
4.     Hilang akalnya karena gila atau ayan atau karena tidur, melainkan tidur yang tetap (dalam posisi) duduk bersila.


Pasal Ke tigabelas
Hukum bagi orang yang Tidak Berwudhu

Apabila batal air wudhunya maka haram hukumnya melakukan shalat, dan haram melakukan tawaf di Ka’bah, dan haram hukumnya memegang Al-Qur’an atau mengangkatnya, melainkan kanak-kanak yang hendak melakukan pengajian.

Pasal Ke empatbelas
Hukum bagi orang yang Hadash Besar

Apabila mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan seks) atau keluar air mani, maka haram hukumnya yang tersebut itu (pada pasal 13) dan ditambah lagi haram hukumnya membaca Al-Qur’an dengan qasad tilawah (niat membaca) dan haram duduk di Masjid.
Adapun bagi perempuan yang mendapatkan haid atau nifash maka haram hukumnya atas sekalian yang tersebut itu (pasal 13 dan pasal 14) dan ditambah lagi haram hukumnya berjalan di dalam Masjid, dan haram atasnya berpuasa, dan haram melakukan jima’ atau bergurau yakni bercanda (bercumbu) antara pusar sampai lututnya, dan haram hukumnya atas seorang suami menjatuhkan thalaq (perceraian) diwaktu istrinya itu sedang haid, melainkan jika atas permintaan istrinya diwaktu itu.

Pasal Ke limabelas
Perihal Tayammum

Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah.
Adapun syaratnya tayammum adalah:
1.     Wajib menggunakan tanah debu yang suci.
2.     Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci).
3.     Suci daripada najis.
4.     Sudah masuk waktu shalat.
5.     Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali.

Rukun tayammum adalah sebagai berikut:
1.     Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali.
2.     Berniat “sahjaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu.
3.     Menyapu muka sekali.
4.     Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali.
5.     Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya.

Adapun sunnahnya membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu.
Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu.

Pasal Ke enambelas
Barang-barang yang Najis

Perihal barang-barang yang najis adalah:
1.     Anjing dan babi.
2.     Arak (minuman keras) dan tiap-tiap minuman yang memabukkan.
3.     Air kencing manusia atau binatang.
4.     Kotoran manusia atau kotoran binatang.
5.     Darah.
6.     Nanah.
7.     Madzi (cairan yang keluar sebelum keluar air mani) dan wadhi (cairan yang keluar bila seseorang yang bekerja keras)
8.     Bangkai segala binatang kecuali bangkai ikan dan balang kayu.
9.     Segala anggota tubuh binatang yang hidup jika berpisah daripada binatangnya maka hukumnya itu seperti bangkai, kecuali bulu binatang yang halal dimakan dagingnya.

Pasal Ke tujuhbelas
Membasuhkan Barang yang terkena Najis

Membasuh barang yang terkena najis yang mughalladhah (najis besar) yaitu anjing dan babi, maka wajib di sertu yaitu membasuhkannya tujuh kali, dan yang sekalinya itu dengan campuran tanah atau lumpur yang suci, sesudah hilang akan rasa, bau dan rupanya.
Adapun najis yang lain maka jika najis ‘ayniyah, yaitu najis yang ada rupanya atau rasanya atau baunya, maka wajib dibasuh hingga hilang ketiga-tiganya itu.
Adapun jikalau najis hukmiyah, yaitu bekas terkena najis akan tetapi tidak ada rupanya atau rasanya atau baunya, maka memadai membasuhnya dengan menyiram air padanya sekali saja, yaitu jika rata terkena air berjalan pada tempat-tempat yang terkena najis itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar