Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu merasa ada
yang aneh dengan penampilan putrinya. Ada sesuatu yang gemerlap, atau
memantulkan cahaya. Ternyata putrinya memakai perhiasan dari batu permata.
Alangkah terkejutnya Ali bin Abi Thalib. Ia tak
habis pikir. Bagaimana mungkin dirinya dan keluarganya yang berkomitmen untuk
zuhud dan menjaga diri mengikuti sunnah Nabi, putrinya memakai batu permata.
Dari mana?
Karena tidak mendapatkan penjelasan, Ali bin Abi
Thalib berniat memotong tangan putrinya. Ia tampak sungguh-sungguh akan
melakukannya. Untunglah di sana ada Ibnu Abi Rafi’ yang tahu persis bagaimana
putri Ali bin Abi Thalib bisa mengenakan perhiasan batu permata.
“Demi Allah, wahai Amirul mukminin, akulah yang
memberinya hiasan batu permata itu,” kata Ibnu Rafi’.
Setelah mengetahui asal muasal perhiasan itu,
tenanglah Ali bin Abi Thalib.
Demikianlah gambaran kehidupan para sahabat dan
pemimpin Islam yang lurus. Mereka sangat giat meneladani Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Rasulullah zuhud, mereka pun berupaya untuk zuhud. Rasulullah
adil, mereka pun berupaya untuk menegakkan keadilan.
Sifat zuhud membuat Ali bin Abi Thalib, meskipun
menjadi pemimpin negara, ia tetap hidup sederhana. Betapa banyak riwayat yang
menggambarkan hari-harinya yang sering menahan lapar. Pakaiannya lebih kusut
dan kusam dibandingkan dengan rata-rata orang.
Sifat zuhud pula yang membuat Abu Bakar dan Umar,
dua pemimpin yang sejatinya kaya raya, tetapi rela berpayah-payah menahan
lapar. Pun dengan Utsman. Ia berlaku zuhud di tengah bergelimangnya harta
bendanya hasil sukses berniaga.
Sifat zuhud inilah yang membuat Ali bin Abi
Thalib takut jika ada sebuah benda, apalagi batu permata, tiba-tiba dimiliki
oleh anggota keluarganya tanpa alasan yang jelas. Betapa jauh berbeda dibandingkan
dengan penguasa dan pejabat di masa kini yang seringkali hartanya bertambah
berlipat-lipat saat menjabat. Yang seringkali tiba-tiba ada pertambahan
kekayaan signifikan tanpa mampu mendatangkan penjelasan; dari mana asalnya,
atas sebab apa, dan sebagainya.
Sifat adil dan komitmen menegakkan keadilan juga
menjadi perangai para sahabat dan khulafaur rasyidin. Mereka memberlakukan
hukum secara adil kepada siapapun tanpa melihat status, tanpa memandang bulu,
tanpa membedakan strata sosial. Sebagaimana Rasulullah mencontohkan dengan
sabdanya “kalau saja Fatimah mencuri, aku sendiri yang akan memotong
tangannya”, demikian pula para pemimpin ini. Ali bin Abi Thalib hampir saja
memotong tangan putrinya, seandainya saja ia tidak mendapatkan penjelasan dari
mana batu permata itu berasal. Para pemimpin ini sedang memberikan keteladanan,
bahwa tidak ada siapapun yang kebal hukum. Walaupun mereka adalah orang dekat
dan keluarga khalifah.
Betapa berbedanya dengan penguasa dan pengadilan
pada hari ini. Ketika seorang rakyat jelata mencuri, ia mendapatkan hukuman
yang seberat-beratnya. Tetapi ketika kerabat atau kroni penguasa melakukan
korupsi, hukum bisa dipermainkan sehingga mereka lolos dari jerat sanksi.
Tidakkah kita merindukan masa-masa yang penuh
keadilan? Tidakkah kita merindukan masa-masa ketika pemimpin zuhud mengayomi
seluruh umat? Semoga Allah mengembalikan masa-masa indah seperti itu. Dan kita
perlu memulainya dari diri kita, mulai sekarang juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar