Sabtu, 13 Desember 2014

ANDA DAN SETAN MEMILIKI TUJUAN YANG SAMA, MEMASUKKAN MANUSIA KE NERAKA



tentang wahabi
• Dialog Asy-Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi dengan Pemuda Salafi-Wahabi
Asy-Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi (mufassir agung al-Azhar, Mesir) pernah bertanya kepada seorang pemuda Salfi-Wahabi yang berhaluan keras dan suka mengkafirkan: “Apakah mengebom sebuah klub malam di negara Muslim itu halal atau haram?”

Dia menjawab: “Tentu saja halal, membunuh mereka itu boleh.”

Syaikh asy-Sya’rawi bertanya lagi: “Jika seandainya Anda membunuh mereka, sedangkan mereka bermaksiat kepada Allah, ke mana mereka akan ditempatkan?”

Pemuda itu menjawab: “Tentu di neraka.”

Syaikh asy-Sya’rawi bertanya pula: “Ke mana setan menjerumuskan mereka?”

Dia menjawab: “Tentu saja ke neraka!”

Syaikh asy-Sya’rawi berkata: “Jika demikian Anda dan setan memiliki tujuan yang sama, yaitu memasukkan manusia ke neraka.”
Syaikh asy-Sya’rawi lalu menyebutkan sebuah hadits Nabi Saw.: “Ketika ada mayat seorang Yahudi lewat di hadapan Nabi Saw., beliau lalu menangis. Para sahabat bertanya mengapa beliau menangis, dijawab: “Telah lolos dariku satu jiwa dan ia masuk ke dalam neraka.”

Syaikh asy-Sya’rawi berkata lagi: “Perhatikan perbedaan kalian dengan Nabi Saw. yang berusaha memberi petunjuk dan menjauhkan mereka dari neraka. Kalian berada di satu lembah sedangkan Nabi berada di lembah lain.”
Pemuda itu hanya diam membisu mendengarnya.

• Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Diantara kalam mutiara nasehat beliau yang berbentuk syair adalah:
(من أقوال الشيخ محمد متولي الشعراوي)
إن كنت لا تعرف عنوان رزقك# فإن رزقك يعرف عنوانك
“Jika kamu tidak tahu alamat tempat rizqimu, maka ketahuilah rizqimu tahu alamat tempatmu.”
إذا أهمّك أمر غيرك فاعلم بأنّك ذوطبعٍ أصيل # وإذا رأيت في غيرك جمالاً فاعلم بأنّ داخلك جميل
“Jika engkau mementingkan urusan orang lain, ketahuilah bahwa kamu punya karakter yang baik. Jika engkau melihat orang lain baik, maka ketahuilah bahwa batinmu juga baik.”
من ابتغى صديقا بلا عيب عاش وحيدا # من ابتغى زوجةً بلا نقص عاش أعزبا
“Siapa yang ingin mencari teman yang sempurna (tanpa aib), maka hidupnya akan sendirian (karena tiada teman yang sempurna). Siapa yang ingin mencari istri yang sempurna (tanpa kekurangan), maka hidupnya akan jomblo (karena tiada istri yang tanpa kekurangan).”
من ابتغى حبيبا بدون مشاكل عاش باحثا # من ابتغى قريباً كاملاً عاش ناقصا
“Siapa yang ingin mencari kekasih tanpa rintangan, maka hidupnya akan dilewati dengan mencari saja (tak akan pernah ketemu). Siapa yang ingin mencari kerabat yang sempurna, ia akan hidup dalam kekurangan.”
إذا أخذ الله منك مالم تتوقع ضياعه # فسوف يعطيك مالم تتوقع تملكه
“Jika Allah mengambil sesuatu darimu yang tak kau sangka, maka kelak Allah akan memberimu sesuatu yang tak kau sangka kau miliki.”

Wallahu al-Musta’an A’lam. Lahu al-Fatihah…

MODERAT KARAKTER INTI AJARAN ISLAM (AL-WASATHIYYAH FI AL-ISLAM)


Al-Habib Umar bin Hafidz menegaskan, sikap moderat (wasathiyah) adalah karakter inti ajaran Islam yang merepresentasikan perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Hal ini beliau sampaikan dalam acara bedah buku karyanya, al-Wasathiyyah fi al-Islam (Moderat dalam Perspektif Islam).

Diskusi bedah buku diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman cabang Hadhramaut di Auditorium Fakultas Syariah dan Hukum, Universtitas al-Ahgaf Tarim, Hadhramaut, Yaman, Jum’at 27 Desember 2013.

Al-Habib Umar mengutip surat al-Baqarah ayat 143: “Dan demikianlah Kami (Tuhan) jadikan kalian umat yang ‘wasath’ (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (syuhada’) bagi semua manusia, dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian.”

Dalam ayat  tersebut  umat  Islam dipuji Tuhan sebagai  golongan yang ‘wasath’ karena mereka tak terjerembab dalam dua titik ekstrem. Yang pertama, ekstremitas umat Kristen yang mengenal tradisi “rahbaniyyah” atau kehidupan kependetaan yang menolak keras dimensi jasad dalam kehidupan manusia serta pengkultusan terhadap utusan. Yang kedua adalah ekstremitas umat Yahudi yang melakukan distorsi atas Kitab Suci mereka serta melakukan pembunuhan atas sejumlah nabi.
Al-Habib Umar mengajak setiap Muslim untuk tidak berlaku tatharruf (ekstrem) dalam menjalankan ajaran agama. “Ekstrimisme yang terjadi akhir-akhir ini terjadi karena konsep wasathiyah mulai terkikis. Karenanya, sikap moderat harus menjelma di setiap dimensi kehidupan seorang Muslim, baik dalam ranah akidah, pemikiran, etika, maupun interaksi dengan orang lain.” Terang pengasuh Ribath Darul Mushtafa ini di hadapan 500 pelajar.
Al-Habib Umar menyebut Wali Songo sebagai contoh ideal yang berhasil menerapkan prinsip moderat dalam kegiatan dakwah menyebarkan Islam di Nusantara. “Dengan sikap moderat yang ditunjukkan Walisongo, Islam dapat diterima dengan baik di Indonesia,” ujar Habib Umar.

Dalam kesempatan itu, al-Habib Umar bin Hafidz juga menerima pertanyaan dari peserta diskusi soal hukum mengucapkan selamat (tahni’ah) Natal kepada umat Kristiani. Al-Habib Umar menjawab bahwa: “Ucapan tersebut boleh selama tak disertai pengakuan (iqrar) terhadap hal-hal yang bertentangan dengan pokok akidah Islam, seperti klaim Isa anak Tuhan dan keikutsertaan dalam kemaksiatan. Kebolehan ini karena memuliakan para utusan Allah, termasuk Nabi Isa, adalah diantara hal yang pasti diakui dalam Islam (min dharuriyyati hadza ad-din).”

Sementara itu, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas al-Ahgaff Dr. Muhammad Abdul Qadir Alaydrus mengatakan: “Di tengah radikalisme yang marak dalam kehidupan beragama, makna moderasi perlu diulas kembali. Setiap orang mengaku dirinya menempuh jalan yang moderat, sehingga pengertian dari terma wasathiyah sendiri harus diperjelas.” Ujar dosen jebolan Universitas Badhdad tersebut saat memberi sambutan.

Usai bedah buku, acara Departemen Pendidikan dan Dakwah PPI Hadhramaut ini juga meluncurkan buku berjudul “Janganlah Berbantah-bantahan yang Menyebabkan Kamu Menjadi Gentar dan Hilang Kekuatanmu”, sebuah terjemah atas karya al-Habib Umar bin Hafidz yang berjudul “Wala Tanaza’u Fatafsyalu wa Tadzhaba Riihukum”.

BACALAH SEJARAH-MANAQIB-BIOGRAFI KAUM SHALIHIN



الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ، وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَلَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلًّا بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Riwayat, kisah, manaqib atau sejarah kehidupan orang-orang shaleh banyak terdapat dalam al-Quran maupun al-Hadits, semisal Ashabul Kahfi, Raja Dzulqurnain, Sayyidatuna Maryam, Sayyidina Luqmanul Hakim dan lain sebagainya.

Dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin halaman 97 disebutkan sebuah hadits tentang pentingnya dan manfaat menuliskan sejarah orang-orang yang shaleh:
وَقَدْ وَرَدَ فِي اْلَاثَرِ عَنْ سَيِّدِالْبَشَرِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قاَلَ :مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِناً فَكَأَنمَّاَ اَحْياَهُ وَمَنْ قَرَأَ تاَرِيْخَهُ فَكَأَنمَّاَ زَارَهُ فَقَدْاسْتَوْجَبَ رِضْوَانَاللهِ فيِ حُزُوْرِالْجَنَّةِ
Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa membuat sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama saja ia telah menghidupkannya kembali. Dan barangsiapa membacakan sejarahnya seolah-olah ia sedang mengunjunginya. Maka Allah akan menganugerahi baginya ridhaNya dengan memasukkannya di surga.”

Dan juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi:
مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا فَكَأَ نَّمَا اَحْيَاهُ وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى
Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa membuat tarikh (biografi) seorang muslim, maka sama dengan menghidupkannya. Dan barangsiapa ziarah kepada orang alim, maka sama dengan ziarah kepadaku (Nabi Saw.). Dan barangsiapa berziarah kepadaku setelah aku wafat, maka wajib baginya mendapat syafaatku esok di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dalam kitab Jala’ adz-Dzulam ‘ala ‘Aqidat al-‘Awam dijelaskan:
اِعْلَمْ يَنْبَغيِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ طاَلِبُ الْفَضْلِ وَالْخَيْرَاتِ اَنْ يَلْتَمِسَ الْبَرَكاَتِ وَالنَّفَحَاتِ وَاسْتِجاَبَةِ الدُّعاَءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْماَتِ فِي حَضَرَاتِ اْلأَوْلِياَءِ فِي مَجاَلِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ اَحْيَاءً وَأَمْوَاتاً وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ الْجُمُوْعِ فِي زِياَرَاتِهِمْ وَعِنْدَ مَذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ مَناَقِبِهِمْ
“Ketahuilah seyogyanya bagi setiap muslim yang mencari keutamaan dan kebaikan, agar ia mencari berkah dan anugerah serta terkabulnya doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan perkumpulan mereka, baik masih hidup ataupun sudah mati, di kuburan mereka ketika mengingat mereka, dan ketika orang banyak berkumpul dalam menziarahi mereka, dan pembacaan riwayat hidup mereka (manaqiban).”
Dalam sebuah hadits riwayat ad-Dailami dalam kitab Musnad al-Firdaus diriwayatkan dari Sayyidina Mu’adz bin Jabal Ra.:
ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين كفارة وذكر الموت صدقة وذكر القبر يقربكم من الجنة
“Mengingat para nabi adalah ibadah, mengingat orang-orang shaleh adalah kafarat/tebusan (bagi dosa), mengingat mati adalah sedekah dan mengingat kubur mendekatkan kalian kepada surga.” Imam as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir dan Imam al-Munawi dalam Faidh al-Qadir mengatakan hadits ini dha’if (bisa diamalkan sebagai fadhail al-‘amal).
قال سفيان بن عيينة رحمه الله تعالى: عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة
Imam Sufyan bin ‘Uyainah Ra. mengatakan: “Ketika disebut-sebut orang-orang yang sholeh maka turunlah rahmat.”
Imam Junaid al-Baghdadi berkata: “Hikayat (kisah orang-orang shaleh) itu merupakan tentara dari para tentara Allah Swt., dimana Allah menetapkan hati para kekasihNya dengan kisah-kisah tersebut.” Maka Imam Junaid ditanya: “Apakah engkau mempunyai dasar atas ucapanmu itu?” Maka beliau menjawab: “Dalil baginya adalah firman Allah Swt.: “Dan semua kisah-kisah para Rasul itu Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud ayat 120).”

Al-Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas berkata: “Jika engkau memandang seorang yang shaleh dan istiqamah, khusyu’ dan wara’, lalu kau bandingkan akhlakmu dengan akhlaknya, amalmu dengan amalnya, keadaanmu dengan keadaannya, maka kau akan mengetahui aib dan kekuranganmu. Setelah itu akan mudah bagimu untuk memperbaiki ucapan dan perbuatanmu yang salah, lahir maupun batin. Itulah sebabnya kita dianjurkan untuk bergaul dengan orang-orang yang shaleh dan mulia serta dilarang bergaul dengan selain mereka. Sebab watak seseorang akan mencuri watak orang lain. Jika tidak kau temukan teman duduk yang shaleh, pelajarilah buku, sifat, riwayat hidup dan semua perilaku kaum shalihin.”

Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf berkata: “Aku teringat pada suatu kalam seorang shaleh yang mengatakan: “Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kaum shalihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir moderat.” Wahai saudara-saudaraku, ikutilah jalan orang-orang tua kita yang shaleh. Sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas. Ketahuilah salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal shaleh.”

ALAM SEMESTA DICIPTAKAN ALLAH SWT. UNTUK MEMBUKTIKAN BETAPA MULIANYA NABI MUHAMMAD SAW.



Rais ‘Am Jam’iyah Ahlu Thariqah al-Mu’tabarah an an-Nahdliyah (JATMAN) al-Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan, kemuliaan Nabi Muhammad Saw. seperti laut sedangkan kita sungai-sungainya. Kita membutuhkan laut untuk mengalirkan hasrat keimanan dan kecintaan kita ke laut Nabi, agar mendapat syafaatnya. Kadarnya, tergantung besar kecilnya sungai hati kita dan yang bisa mengukur besar kecilnya adalah kita sendiri.
Kita bershalawat kepada Nabi Saw. adalah seperti sungai mengalirkan air ke laut, mengharap syafaatnya. Shalawat itu sebagai alat untuk membuat besar kecilnya sungai. Kalau kita memakai peralatannya sekadar cangkul maka sungai yang dihasilkan kecil. Tapi kalau kita menggunakannya dengan alat besar seperti traktor tentu akan terbentuk sungai besar. Kita tak perlu ragu, sebab dengan makin besar alat atau sholawat, maka akan besar pula sungai yang kita buat.
Jangan takut akan besar kecilnya rizki, kalau kita memiliki sungai yang besar tentu di dalam sungai itu ada berbagai kandungan mineral rizkki. Termasuk diciptakannya seisi bumi dan alam sekitarnya, diciptakan Allah Swt. untuk membuktikan kalau Nabi Muhammad Saw. sangat mulia. Karena seluruhnya bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sangat aneh, kalau kemudian ada sekelompok orang mengharam-haramkan peringatan Maulid Nabi.
Pantaskah kita masuk surga kalau frekuensi ibadah kita berupa shalat sangat sedikit? Bila diasumsikan umur kita mencapai 60 tahun, maka shalat yang kita jalankan hanya 270 hari. Dalam sehari, paling banter kita shalat 5 menit. Bila dikalikan 5 maka ada 25 menit dalam sehari. Untuk 1 tahun kita hanya shalat 6 hari saja.
Akibat minimnya ibadah kita, maka hanya satu harapan kita untuk memperoleh dispensasi nilai ibadah berupa syafaat dari Nabi Muhammad Saw. (Mau’idzah hasanah Maulana al-Habib Luthfi bin Yahya dalam Peringatan Maulid Nabi di Masjid al-Munawaroh dan Haul Kiai Anwar bin Kiai Munawar Kaligangsa Kulon, Kec. Brebes).

KETIKA IMAM BUKHARI DIDZALIMI



Disaat Imam Bukhari mendapat ujian atau fitnah di Naisabur yang membuat dia dibenci dan dijauhi oleh banyak orang sehingga dia harus pergi meninggalkan Naisabur berpindah ke Bukhara. Namun akhirnya setelah semuanya terungkap dan kebenaran atas beliau, datanglah seorang yang bernama Abdul Majid bin Ibrahim dan berkata kepada Imam Bukhari:
كيف لا تدعو الله هؤلاء الذين يظلمونك ويتناولونك ويبهتونك؟
“Bagaimana Anda kok tidak mendoakan keburukan kepada mereka yang telah berbuat dzalim kepada Anda, mengambil hak Anda dan berdusta atas nama Anda?”
Imam Bukhari menjawab:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: اصبروا حتى تلقوني على الحوض. وقال صلى الله عليه وسلم: من دعا على ظالمه فقد انتصر
“Nabi Saw. telah bersabda: “Bersabarlah kalian, sampai kalian menemui aku di sebuah Telaga.” Dan Nabi Saw. juga pernah bersabda: “Barangsiapa yang mendoakan keburukan kepada orang yang berbuat dzalim kepadanya, maka ia pasti akan memperoleh kemenangan.”
Penjelasan:
Maksud dari “Barangsiapa yang mendoakan keburukan kepada orang yang berbuat dzalim kepadanya, maka ia pasti akan memperoleh kemenangan,” adalah yang bakal mendapatkan kemenangan itu yang didzalimi, kalau dia berdoa kepada Allah. Jadi doanya orang yang teraniaya itu dikabulkan. Kalau dibuat mendoakan “buruk” pada yang menganiaya maka bakal hancur yang menganiaya tersebut.
Hadits 1, yang disitir oleh Imam Bukhari menunjukkan bahwa beliau sabar dalam menjalani ujiannya tersebut. Karena dampaknya memang luar biasa, dan yang ia hadapi adalah orang-orang yang juga pakar hadits.
Kemudian hadits ke-2, yang beliau sitir menunjukkan bahwa beliau berada di pihak yang benar. Dan Allah menjadikan badai berlalu.
Jadi ada yang menafsiri beliau memang berdoa untuk orang-orang yang mendzaliminya. Atau hadits ke-2 tersebut justru menunjukkan sebaliknya, yaitu maksudnya beliau tidak (berani) mendoakan “buruk” pada orang-orang yang mendzaliminya.
Dalam hal ini Imam Bukhari tetap bersikap professional, meski yang dianggap “penebar fitnah” tersebut adalah seorang pakar hadits sezamannya yang bernama Muhammad bin Yahya Adzukhliy, beliau tetap meriwayatkan sebagian haditsnya dari beliau. Masya Allah, bentuk ta’dzim yang luar biasa.
Intinya jika kita mendapat ujian berupa fitnah, maka pilihannya ada dua; Mendoakan buruk kepada si penebar fitnah tersebut, atau bersikap sabar hingga mati (bertemu Nabi di telaganya). Allahu A’lam.
Alhasil, itu merupakan pilihan. Kita diperkenankan untuk memilih; berdoa buruk atasnya maka kan didapat kemenangan atas orang dzalim itu, atau justru lebih memilih sabar sehingga balasannya adalah jumpa dengan Nabi Saw. (kemenangan sejati).

(Disadur oleh Syaikh Baba Naheel dari kitab Khalq Af’al al-‘Ibad juz 1 halaman 71 karya Imam al-Bukhari).